Jumat, 29 Maret 2013

Tugas 2 Etika dan Nilai Lingkungan


TUGAS MANDIRI
ETIKA DAN NILAI LINGKUNGAN
“MEMBANGUN SOSIAL BUDAYA BERBASIS ETIKA LINGKUNGAN”




OLEH
Susmita
12131011122


Dosen : Prof. Dr. Supli Effendi



PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
STIK BINA HUSADA
PALEMBANG
2013



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
    Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang arsitektur yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam pembangunan. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
  Hubungan antara budaya dan pembangunan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat provinsi tertentu yang dapat mempertahankan bangunan daerah mereka. Dalam usaha beradaptasi dengan lingkungannya, manusia bekerja sama dengan sesamanya.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan udara. Tanah merupakan tempat mausia untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
    Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan  akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan “hati nurani”. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.

1.2  Tujuan
Bagaimana membangun sosial budaya berbasis etika lingkungan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembangunan Sosial Budaya
   Interaksi manusia yang satu dengan yang lain adalah sebuah tuntutan kegiatan sosial karena komponen lingkungan hidup saling membutuhkan dan tidak bisa berdiri sendiri. Beberapa contoh komponen penting lingkungan hidup adalah lingkungan hidup alam,bersosial dan lingkungan hidup buatan manusia.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisikan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Diantaranya komunikasi, cara dan pola pikir masyarakat, faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi, dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain, perkembangan IPTEK yang lambat, sifat masyarakat yang sangat tradisional, ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat, prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru, rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan, hambatan ideologis, dan pengaruh adat atau kebiasaan.

2.2 Konsep Etika Lingkungan
2.2.1 Pengertian Etika Lingkungan
         Etika lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung.Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan sebagai berikut:
a)    Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b)   Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan alam.
c)    Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energi.
d)   Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup yang lain.
Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.

2.2.2 Jenis-jenis Etika Lingkungan
        Etika lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan dan menjadi dua  yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.
a.      Etika Ekologi Dangkal
      Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.  
Secara umum, Etika ekologi dangkal ini menekankan hal-hal   berikut ini :
1)        Manusia terpisah dari alam.
2)        Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak
3)        menekankan tanggung jawab manusia.
4)        Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
5)        Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.
6)        Norma utama adalah untung rugi.
7)        Mengutamakan rencana jangka pendek.
8)        Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya    dinegara miskin.
9)        Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
b.      Etika Ekologi Dalam 
     Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1.   Manusia adalah bagian dari alam.
2. Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang.
3.   Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang.
4.   Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk.
5.   Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.
6.   Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.
7.   Menghargai dan memelihara tata alam.
8.   Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.
9.   Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara.   
              Demikian pembagian etika lingkungan, Keduanya memiliki beberapa perbedaan-perbedaan seperti diatas. Tetapi bukan berarti munculnya etika lingkungan ini memberi jawab langsung atas pertanyaan mengapa terjadi kerusakan lingkungan. Namun paling tidak dengan adanya gambaran etika lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma mana yang dipakai oleh manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini. Dengan demikian etika lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan beberapa norma yang ditawarkan untuk mengungkap dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.

2.2.3 Teori tentang Etika Lingkungan
a)  Antroposentrisme
Teori lingkungan ini memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya, yaitu : nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan etika hanya berlaku bagi manusia.
Antroposentrisme selain bersifat antroposentris, juga sangat instrumentalistik. Artinya pola hubungan manusia dan alam di lihat hanya dalam relasi instrumental. Alam ini sebagai alat bagi kepentingan manusia, sehingga apabila alam atau komponennya dinilai tidak berguna bagi manusia maka alam akan diabaikan (bersifat egois). 
               Karena bersifat instrumentalik dan egois maka teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow environmental ethics). Teori ini dianggap sebagai salah satu penyebab, bahkan penyebab utama, dari krisis lingkungan yang terjadi. Teori ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya dan tidak peduli terhadap alam.
b) Biosentrisme 
              Teori lingkungan ini memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Biosentrisme menolak argumen antroposentrisme, karena yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela oleh teori ini adalah kehidupan, secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.
          Konsekuensinya alam semesta adalah sebuah komunitas moral baik pada manusia maupun pada makhluk hidup lainnya. Manusia maupun bukan manusia sama-sama memiliki nilai moral, dan kehidupan makhluk hidup apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi kepentingan manusia.
c)   Ekosentrisme 
            Teori ini secara ekologis memandang makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak hidup (abiotik) lainnya saling terkait satu sama lainnya. Etika diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup.
       Salah satu versi ekosentrisme adalah Deep Ecology. DE diperkenalkan oleh Arne Naess (filsuf Norwegia) tahun 1973 dalam artikelnya ”The shallow and the Deep, Long-range Ecological Movement: A summary”. DE menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitannya dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.
d)   Zoosentrisme
     Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
e)     Hak Asasi Alam 
          Makhluk hidup selain manusia tidak memiliki hak pribadi, namun makhluk hidup membutuhkan ekosistem atau habitat untuk hidup dan berkembang.Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian alam ini. Maka mereka juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai intrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan binatang sebagai obyek eksperimen tidak dapat dibenarkan. 

2.2.4 Prinsip-prinsip Etika Lingkungan 
             Adapun prinsip-prinsip dari etika lingkungan adalah sebagai berikut:
a.       Sikap hormat terhadap alam (respect for nature)
Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwa alam perlu dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar  bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain, alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusia adalah satu kesatuan dari alam.
b.      Prinsip tanggung jawab (moral responsibility for nature)
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusia untuk mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dan kerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
c.       Solidaritas kosmis (cosmic solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini terbentuk dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta. Oleh karena itu, manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam, maka akan membangkitkan perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bisa merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bisa merasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam. Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan didalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri. Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini juga mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. Khususnya mendorong manusia untuk mengutuk dan menentak pengrusakan alam dan kehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam yang rusak.
d.      Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas ekologis mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepada alam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.
e.       Prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang relevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta ini. Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dan tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan hanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling vital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahan dan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan). Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya spesies tertentu, tidak menyebabkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuang limbah seenaknya, dan sebagainya.
f.       Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras dengan alam adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya. Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisa ditolerir oleh alam. 
      Dari beberapa pembahasan di atas, bahwa kita di tuntut untuk menjaga lingkungan. Dalam menjaga lingkungan, manusia harus memiliki ”etika”. Etika lingkungan ini adalah sikap kita dalam menjaga kelestarian alam ini agar alam ini tidak rusak, baik ekosistem maupun habitatnya. Perlu kita sadari bahwa kita ini juga bagian dari alam ini. Maka kita harus menjaga lingkungan ini dengan baik dengan norma-norma etika lingkungan.

2.2.5 Penerapan Etika Lingkungan Hidup
       Sikap ramah terhadap lingkungan hidup harus bisa menjadi sesuatu kebiasaan yang dilakukan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membudayakan sikap tersebut antara lain,
a.       Lingkungan Keluarga
      Lingkungan keluarga adalah salah satu tempat yang sangat efektif menanamkan nilai-nilai etika lingkungan.
Hal itu dapat dilakukan dengan :
1)   Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orang tua memberi tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untuk merawatnya dengan menyiram dan memberi pupuk.
2)   Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian, setiap anggota keluarga mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihan dan merasa malu jika membuang sampah sembarang tempat.
3)   Memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapu rumah dan pekarangan rumah secara rutin.
b.   Lingkungan Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di lingkungan sekolah dengan memberikan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan etika lingkungan, melalui kegiatan ekstrakulikuler sebagai wujud kegiatan yang konkret dengan mengarahkan pada pembentukan sikap yang berwawasan lingkungan seperti:
1)   Pembahasan atau diskusi mengenai isu lingkungan hidup
2)   Pengelolaan sampah
3)   Penanaman Pohon
4)   Penyuluhan kepada siswa
5)   Kegiatan piket, dan jumsih (jumat bersih)
c.  Lingkungan Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat, kebiasaan yang berdasarkan pada etika lingkungan dapat ditetapkan melalui :
1)   Membuang sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
2)   Kesadaran untuk memisahkan antara sampah organik dan sampah non-organik
3)   Melakukan kegiatan gotong-royong atau kerja bakti secara berkala dilingkungan tempat tinggal
4)   Menggunakan kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang masih diperbaharui

 
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
     Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Prinsip-prinsip yang relevan dalam lingkungan hidup yaitu Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature), Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature),  Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity), . Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature), Prinsip³ No Harm´, Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam. Penerapan etika lingkungan hidup bisa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

3.2 Saran
     Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan dalam membangun sosial budaya harus berdasarkan etika lingkungan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.



DAFTAR PUSTAKA

Sudjoko, dkk. 2008. Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta: Universitas Terbuka
Hargrove, Eugene C,  Etika Lingkungan Dasar,  Prentice Hall: New Jersey, 1989
Soeriaatmadja, R.E, Ilmu Lingkungan, Bandung: ITB, 2003
Herimanto, Winarto, Ilmu Sosial & Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
http://www.findyou.com.
http://mkhgfthj.blogspot.com/
http://abdurahmanaskar.blogspot.com/